Lari Dari Kenyataan

Menarik ketika saya membaca sebuah buku terbitan Darus Sunnah, yang ditulis seorang Dokter Spesialis Bedah dan Jantung dr. Khalid bin Abdul Aziz Al-Jubair, SpJP berjudul Kesaksian Seorang Dokter, Mensucikan Hati Melalui Kisah Nyata. Ya.. buku ini berisi kumpulan kisah nyata inspiratif yang dialami sang dokter. Buku ini terdiri dari 170 halaman. Dalam sampul belakang ketika saya baca ada kutipan kisah yang ditulis tentang suara adzan yang terdengar melalui stetoskop yang diletakkan diatas dada pasien yang telah meninggal dunia. Adalah dokter Jasim al-Haditsy, beliau berkata "Saya rasa suara itu adalah adzan subuh." Kemudian sang dokter bertanya kepada perawat. "Jam berapa sekarang?" Jam 1 pagi dini hari, jawab sang suster.

Beliau tahu bahwa waktu itu belum masuk waktu subuh. Dan sang dokter meletakkan kembali stetoskop diatas dada pasien itu dan kembali mendengar lantunan adzan. Semakin penasaran sang dokter bertanya kepada keluarga pasien tentang keadaannya semasa hidup, dan keluargapun menjelaskan.
"Ia bekerja sebagai Muadzin pada sebuah masjid, biasanya ia datang ke masjid seperempat jam sebelum tiba waktu shalat/adzan atau kadang lebih awal lagi, ia selalu mengkhatamkan Al-Quran dalam 3 hari dan selalu menjaga lisannya dari kesalahan."

Itulah kutipan kisah dalam buku ini. Dan pada bagian pertama adalah berjudul Lari dari Kenyataan. Kisah inspiratif apa yang ada didalamnya?

Dikisahkan seorang pemuda berusia 17 tahun terkena tembakan peluru nyasar, maka kedua orang tuanya segera membawanya ke rumah sakit Angkatan Bersenjata di Riyadh. Didalam perjalanan menuju rumah sakit, pemuda itu memandang wajah ibunya yang sedang menangis sedih seraya berkata. "Wahai Ibunda, janganlah engkau bersedih, demi Allah aku dalam keadaan baik, sesungguhnya aku akan meninggal, demi Allah aku mencium semerbak wangi surga."
Ilustrasi gambar

Setibanya di Ruang Gawat Darurat, seorang dokter berusaha untuk menanganinya, akan tetapi pemuda itu berkata; "Wahai saudaraku! Sungguh aku akan mati, aku telah mencium semerbak wangi surga, karena itu janganlah engkau merepotkan dirimu, aku hanya menginginkan kehadiran ayah dan ibuku disini."

Setelah kedua orang tuanya berada di sisinya, pemuda itu menyampaikan selamat tinggal kepadanya untuk selamanya, lalu melantunkan syahadat, "Asyhadu Alla Illaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah (Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang haq selain Allah Ta'ala, dan sesungguhnya Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah utusan Allah.)" Pemuda itu meninggalkan dunia ini dalam keadaan jari telunjuk tangan kanan menunjuk sebagaimana orang yang sedang membaca tasyahud dalam shalat.

Setelah shalat maghrib, Sang dokter menemui seorang pegawai yang bertugas memandikan jenazah di Rumah Sakit Nagkatan Bersenjata Riyadh, ia menceritakan kejadian tersebut dan meyakinkan bahwa dirinya lah yang membuka genggaman tangan pemuda tersebut. Ia mendapati jenazah pemuda itu dalam keadaan segar bugar, dan ini menjadi kejadian yang belum pernah dijumpai sebelumnya.

Saat orang tuanya ditanya mengenai kehidupan pemuda tersebut, mereka menerangkan bahwa almarhum sejak memasuki akil baligh adalah orang yang selalu membangunkan kami untuk menunaikan shalat subuh, ia sangat tekun menunaikan shalat malam dan membaca Al-Qur'an, selalu berusaha untuk mengikuti shalat wajib berjamaah di masjid, ia pun menjadi salah satu pelajar yang mendapatkan nilai memuaskan di setiap pelajarannya dan mendapatkan rangking atas waktu SMA.
Atas peristiwa ini, sang dokter menceritakannya kepada dokter lain seorang dokter bedah jantung lainnya. Tiba-tiba dokter itu mengajukan cuti selama satu minggu tanpa ada sebab dan alasan yang mendesak ia hanya mengatakan alasan yang sangat sederhana, yaitu "Aku ingin berinstrospeksi (muhasabah), apalah artinya diriku ini jika dibandingkan dengan seorang pemuda yang penuh dengan kebaikan tersebut."

Kemudian beliau menghubungi dokter ahli bedah jantung yang lainnya yang bekerja di Jeddah, ia pun tidak kuasa menahan tangis karena terharu mendengar cerita tentang si pemuda itu. Sang dokter mengatakan sangat bahagia denga perubahan pada kedua dokter tersebut karena kedua dokter itu merasa iri kepada pemuda tersebut atas kemuliannya dengan amal ibadah ukhrawinya, bukan karena harta benda yang telah dikumpulkannya, ini merupakan fenomena yang mengejutkan.

Lalu bagaimana dengan kenyataan yang ada sekarang? Banyak orang zaman sekarang banyak yang terlena dan larut dalam berlomba-lomba untuk mengumpulkan kemewahan dunia, padahal dihadapan Allah SWT dunia ini tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk.

Sebuah pertanyaan yang perlu untuk dijawab, "Masih adakah orang yang meu berlomba-lomba bersama saudara-saudaranya dalam beraman saleh? Masih adakah orang yang apabila melihat saudaranya duduk sambil memegang mushaf setelah menunaikan shalat Ashar lalu membacanya, ia tertegun seraya bertanya kepada dirinya sendiri, "Kenapa aku tidak ikut serta duduk dan membaca Al Qur'an sebagaimana yang ia lakukan?" Segera orang itu duduk mengambil Al-Qur'an dan membaca sepuasnya.

Masih adakah diantara kita ketika melihat tetangganya atau kerabatnya bangun di malam hari untuk menunaikan shalat malam ia merasa iri, lalu bertanya kepada diri sendiri, "Kenapa ia bangun untuk menunaikan shalat malam sedangkan aku tidak? Betulkan aku mengharapkan surga sebagaimana ia mengharapkannya? Betulkan aku memimpikan apa yang ia impikan?" Kemudian orang itu beranjak untuk menunaikan shalat malam walaupun sebentar.

Lalu timbul pertanyaan yang lain, "Berapa banyak kah umat Muhammad Shallallahu 'Aalihi wa sallam yang selalu menjaga shalat malamnya pada masa sekarang ini?

Saya bertanya kepada diri saya sendiri "Bukankah Allah Ta'ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir kemudian menyeru " Siapa yang berdoa kepad-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku memberinya, dan siapa yang memohon ampunan dari-Ku niscaya Aku mengampuninya..."

Lantas apa yang sedang kita lakukan, dalam keadaan apakah saat Allah Ta'ala menyeru seruannya ini? Ya... kita sedang terlelap tidur dibalik selimut hangat kita. Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang sudah dijamin masuk surga bahkan segala kesalahannya baik yang telah lalu atau yang akan datang sudah pasti diampuni tetapi beliau masih mendirikan shalat bahkan sampai kaki beliau bengkak.

Sungguh keadaan kita saat ini sangat menyedihkan... Bahkan saat muadzin mengumandangkan panggilannya di masjid, ternyata yang hadir hanya satu shaf, itupun kadang tidak sempurna, lalu sang imam menutup shalatnya dengan bacaan salam seraya membalik badannya dan ia mendapati kebanyakan dari makmumnya sedang menyempurnakan shalatnya.

Diakui atau tidak, orang sekarang sedikit sekali yang menyesal atau merasa sedih saat mereka tertinggal dalam shalat berjamaahnya walaupun sebenarnya dengan demikian itu berarti telah kehilangan  sesuatu yang sangat bernilai yang seharusnya diraih dan mensegerakannya. Jika dibandingkan dengan orang-orang terdahulu kita yang merasa sangat merugi dan merasa kehilangan jika tertinggal takbiratul ihram bersama imam, bahkan ada yang sampai berbela sungkawa dengan kejadian itu. Lalu apa artinya kita jika dibanding mereka dengan kondisi seperti ini??
LihatTutupKomentar