51. (ANONIM)

51. (ANONIM)

Lebaran di Jogja...
      Tahun ini aku memutuskan untuk berlebaran di Jogja saja, sedangkan adik laki-lakiku yang baru tahun pertama kuliah di UGM bersikeras untuk berlebaran di rumah. Sebenarnya aku ingin sekali ikut pulang dan berlebaran dengan keluargaku di rumah, tetapi sebagai kakak pertama aku harus berpikir lebih dewasa lagi dalam menyikapi hal ini. Perekonomian keluargaku semenjak Ayahku meninggal 3 tahun yang lalu tidak cukup baik, maksudnya adalah kami harus lebih berhemat dalam mengeluarkan biaya sehari-hari. Aku pikir jika kami berdua sama-sama pulang, maka biaya transportasi akan semakin membengkak. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk berlebaran di Jogja saja.
      Menyikapi keputusanku ini, aku dan Ibuku yang berada di Depok melakukan perundingan via telepon dan akhirnya disepakati bahwa aku akan tetap berlebaran di Jogja dan adikku pulang ke rumah. Disepakati pula bahwa pada lebaran hari pertama, Ibuku akan berlebaran di rumah bersama adikku dan beliau akan ikut pulang ke Jogja bersama kakak-kakak beliau (bude-budeku) saat lebaran hari kedua untuk bertemu denganku di lebaran hari ketiga. Karena beliau ikut dengan kakak-kakaknya dengan bermobil dari Jakarta ke Jogja, maka Ibuku tidak bisa bertemu denganku di kos, tetapi kami janjian di rumah Pakdeku yang berada di daerah Sleman. Waktu kami berdua bertemu juga tidak lama, hanya selama 3 hari dan seluruh waktu itu pun tidak kami lalui berdua saja. Dan lagi-lagi karena ikut rombongan saudara, maka kami lebih sering pergi bersama ke rumah saudara-saudara kami di daerah Wonogiri.
        Berdasarkan cerita saya di atas, maka dapat dianalisis bahwa dalam berunding dengan Ibu saya, kami memilih jalan penyelesaian yang problem solving dengan mencari solusi yang win-win. Teknik yang kami gunakan dalam memecahkan permasalahan di mana akan berlebaran bertukar prioritas atau logrolling. Prioritas saya adalah bertemu dengan Ibu saya saat lebaran dan prioritas Ibu saya juga bertemua saya ketika lebaran dengan ikut rombongan saudara agar dapat menekan biaya. Maka, kami berdua mengalah pada waktu limit yang ada dan tidak bertemu di tempat yang lebih privasi lagi, yaitu di kos saya sendiri. Demand saya adalah bertemu dengan Ibu saya dalam waktu yang lama di kos, goal saya adalah bertemu dengan Ibu di rumah saudara dengan waktu ang cukup lama, dan limit saya adalah bertemu dengan Ibu saya di tempat saudara dengan waktu sempit. Dan sepertinya karena keadaan dan tidak ada pilihan lagi, saya hanya dapat mencapai limit daripada saya perceived cost failure dengan tidak bertemu sama sekali dengan Ibu saya di lebaran tahun ini.

52. Candra Hamdika Rahman
Akhirnya Idul fitri pun tiba. Idul fitri merupakan saat yang tepat untuk berkumpul serta menjalin dan mempererat tali silaturahmi dengan sanak keluarga dan para kerabat. Seperti tahun sebelumnya setelah Idul Fitri, saya dan beberapa teman SMA menyempatkan waktu untuk bertemu guna bersilaturahmi dan berkumpul karena kami kuliah di kota yang berbeda-beda sehingga sulit sekali untuk bertemu. Pada hari kedua Idul Fitri kami sepakat untuk bertemu di suatu tempat makan di kota kami. Saya dan empat orang teman bertemu kemudian saling bercanda sambil mengobrol. Pada saat itu saya mengusulkan untuk berekreasi pada esok harinya.  Teman saya yang lain setuju untuk pergi rekreasi, namun mereka masih bingung menentukan tempat untuk pergi berekreasi karena budget masing-masing tidak cukup banyak. Ada yang mengusulkan ke pantai, tapi usulan itu ditolak karena kami sudah sering ke pantai jadi agak membosankan. Kemudian fadil, teman saya, mengusulkan untuk pergi ke Puncak-Bogor. Tiga orang teman saya yang lain pun setuju untuk pergi ke Puncak. Saya bilang tidak setuju pada mereka, karena menurut saya di Puncak membosankan. Paling yang dilakukan hanya melihat pemandangan dan foto-foto saja. Saya mengusulkan untuk pergi ke tempat rekreasi air saja seperti Atlantis Water Adventure di Ancol,Ocean Park atau Water Boom di Cikarang. Saya memberikan alasan pada mereka kalau pergi ke taman rekreasi air lebih menyenangkan. Banyak yang bisa dilakukan daripada pergi ke puncak. Ada yang setuju tetapi ada juga yng tidak. Kemudian untuk lebih meyakinkan saya melakukan pembandingan biaya, untuk membandingkan ke tempat mana yang biayanya jauh lebih efisien dan murah. Setelah dibandingkan, ternyata pergi ke Ocean Park jauh lebih murah daripada pergi ke puncak.  Teman-teman saya tetap tidak setuju karena mereka ingin tetap pergi ke Puncak dan mereka mengusulkan kalau pergi ke Ocean Park minggu depan saja. Saya agak malas kalau pergi minggu depan, karena takut uang saku saya sudah keburu habis.  akhirnya saya menawarkan usul kami pergi ke Puncak di pagi hari, kemudian kami pergi ke Ocean Park pada waktu siang hari karena kebetulan arah ke Ocean Park searah dengan perjalanan pulang kami. Setelah melakukan perhitungan biaya lagi, ternyata tidak melebihi budget masing-masing orang. Akhirnya mereka pun setuju dengan usulan saya.
posisi saya adalah mengusulkan pergi rekreasi. Kepentingan saya adalah pergi rekreasi ke taman rekreasi air. Yang menjadi batasan adalah masalah biaya. Gaya berkonflik saya adalah collaborating. Taktik yang saya gunakan adalah bridging,dengan membuat kegiatan rekreasi ke dua tempat dalam satu hari. Strategi yang saya gunakan adalah problem solving. Hasil negosiasi adalah win-win (problem solving).

53. Yazid
Pegadaian
      Hari Idul Fitri 1429 H memang membawa banyak berkah, contohnya saja keluarga besar saya yang pada lebaran kali ini menyempatkan waktu untuk bersilaturahmi bersama-sama. Salah seorang kakak sepupu saya yang kuliah di Bandung berencana akan pulang pada H-1. Berhubung Bandung dekat dengan Bogor, saya pun menyarankan kakak saya itu untuk pulang membawa serta kendaraan roda dua nya sebagai transportasi mudik pilihan dibanding bus atau bahkan kereta api. Namun ia berkilah bahwa melelahkan menggunakan sepeda motor untuk pulang mudik walaupun jarak Bandung-Bogor tidak terlalu jauh, sekitar 2-3 jam perjalanan. Kembali perihal keamanan menjadi faktor utama saya memintanya pulang dengan sepeda motor, keamanan berupa resiko kehilangan karena pencurian di tempat tinggal sementaranya di Bandung tentu saja, karena masalah keamanan di jalan raya saya pikir kakak saya tersebut sudah dapat mengatasinya karena dia mengerti betul kewajibannya di jalan raya seperti apa, disamping memang dia sudah profesional menggunakan kendaraan yang satu itu. Namun tidak seperti biasanya ia menolak hanya karena malas. Akhirnya setelah beberapa waktu kami berdebat ringan, lalu tercetuslah sebuah ide untuk mengurangi bahkan menghilangkan resiko pencurian sekaligus tanpa harus pulang mudik menggunakan motor. Dengan menggadaikan motor di Pegadaian, tidak lain adalah menitipkan motor tersebut dengan kompensasi dana sebagai pengganti resiko kehilangan dan bunga yang nanti dibayarkan dianggap sebagai biaya penitipan semata. Saya pun baru menyadari mekanisme Pegadaian dapat dimanfaatkan seperti itu. Pegadaian, memang menyelesaikan masalah tanpa masalah!
      Negosiasi diatas merupakan salah satu yang simpel menurut saya karena dengan hanya expanding the pie muncul solusi atas suatu hal yang kami perdebatkan. 

54. Fatimah Marylin
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tradisi pada saat lebaran tiap tahun keluarga kami selalu menyantap menu yang sama yaitu opor ayam,sambel goreng,dll. Namun sejak beberapa tahun belakangan (seingat saya sejak saya SMP) ibu saya mengganti menu ketupat dengan lontong. Entah kenapa pada saat lebaran kemarin saya sangat ingin menyantap ketupat, maka saya menyatakan keiginan saya pada ibu saya jauh hari sebelum lebaran. Tentu saja ibu saya menolak dengan alasan lontong lebih praktis karena bisa dipesan 2 hari sebelum lebaran sehingga ibu saya tidak perlu repot-repot memasak, sementara bila menggunakan ketupat tentu saja akan sangat repot sekali karena harus membeli bungkusnya, memasukkan beras, mengukus (atau merebus?),dll. Karena saya sangat ingin makan ketupat dan merasakan kembali lebaran ketupat seperti dulu, maka saya berusaha menyampaikan argumen mengapa dahulu ibu bisa menghidangkan ketupat namun lama-lama berganti menjadi lontong? Yang kemudian dijawab oleh ibu saya dikarenakan dahulu belum serepot sekarang, karena dulu ketika kami tinggal di jakarta, tidak banyak tamu yang akan datang kerumah sehingga memasak ketupat walau sedikit juga tidak masalah, sementara di solo yang merupakan kampung halaman ayah saya, jika lebaran tentu saja keluarga ayah yang banyak sekali akan berkumpul di rumah saya dan menggunakan lontong akan lebih praktis. Tidak ingin menyerah, saya mengajukan usul saya akan membantu ibu saya dalam memasak ketupat tersebut nantinya, yang kemudian ditolak dengan tegas oleh ibu saya, sedangkan ke dapur saja saya jarang sekali, mana mungkin saya bisa membantu beliau memasak, ketupat pula. Saya rasanya kesal sekali karena saya ingin sekali makan ketupat sekali saja pada saat lebaran, namun ibu tidak mau menuruti keinginan saya. Kemudian saya kembali memberi argumen pada ibu saya, jika lontong dapat dipesan, bagaimana kalau ketupat dipesan juga, sepertinya melihat saya begitu gigih ingin makan ketupat ibu saya mengatakan akan memikirkan terlebih dahulu  usul saya tersebut. sehari sebelum hari lebaran ibu mendatangi saya dengan sekeranjang ketupat, rupanya ibu saya memesan ketupat pada tetangga pembantu saya di desanya yang sehari-hari berjualan ketoprak, yang setuju karena ibu saya hanya memesan dalam jumlah sedikit, sisanya ibu tetap memesan lontong seperti biasanya. Pada hari lebaran kami lebaran ketupat dan lontong, tentu saja saya sangat senang karena bisa merasakan lebaran ketupat lagi.^_^
    Saya mencoba menerapkan syarat-syarat negosiator yang baik seperti dalam film thank you for smokig, namun sepertinya belum berhasil. Seperti misalnya menggunakan argumen yang masuk akal (mencoba membantu ibu saya memasak), namun saya setidaknya telah mencoba mengerti posisi dan kepentingan ibu saya yang tidak ingin repot di saat lebaran.

55. Sukmawani Bela
Hari jumat besok, saya dan dua teman saya berencana  menonton satu film yang sekarang lagi hangat diperbincangkan. Masalahnya, satu teman saya ignin nonton siang karena paginya dia kerja. Sementara temans aya yang lain ingin nonton pagi karena siangnya dia kuliah sampai sore. Saya sendiri baru bisa pulang ke Yogya jumat pagi, jadi tidak bisa nonto di hari lain sebelum itu. Mungkin tidak ada diantara kami yang melontarkan ide untuk nonton malam karena tidak ada kendaraan pribadi, sementara angkotan kota hanya sampai jam 6 malam. Kalau mau nonton weekend, selain mahal, kami sudah ada rencana masing-masing. Padahal minggu ini adalah minggu terakhir kami libur. Kami tidak yakin bisa nonton bareng kalau sudah masuk kuliah karena banyak jadwal kami yang bentrok, dan lagi filmnya pasti sudah basi.
      Akhirnya saya usul untuk pergi malam saja. Kan pulangnya bisa naik busway. Nah daripada ngeluh karena harus jalan dari kopma ke kos (shelter busway di jakal hanya di Kopma), sekalian aja nyari makan malam di lesehan jakal, kan sudah lama juga kita nggak makan bareng disana. Mereka setuju dengan usul ini.
      Menurut saya, negosiasi saya kali ini adalah problem solving. Taktik yang digunakan adalah expanding the pie, dengan menambah resource yang dipemasalahkan, yaitu waktu.

56. Melati Ayuningtyas
Sepulang dari mudik, saya dan dua orang teman saya berencana untuk mengadakan halal bi halal ke rumah guru – guru les kami sewaktu SMA.  Kami merencanakan akan berangkat pukul 09.00 dan sepulang dari bersilaturahmi,  kami akan makan bersama di warung makan langganan sewaktu SMA kemudian jalan-jalan keliling kota lalu pulang pukul 13.00. Setelah kami selesai bersilaturahmi ke rumah guru kami, seorang teman saya, sebut saja si A mengatakan kalau dia ingin sekali makan ice cream di sebuah kedai yang khusus menjual berbagai variasi ice cream, dan ia mengajak kami  untuk makan di kedai itu. Berhubung posisi saya saat itu sedang flu berat, jadi saya keberatan dengan usul si A, dan tetap seperti rencana awal untuk makan di warung langganan saja. Kepentingan kami ingin kumpul bersama, karena kami jarangbisa berkumpul. Sedangkan  teman saya yang lain, sebut saja si B, sebenarnya tidak masalah kita makan dimana, hanya saja posisi dia terbatas oleh waktu karena akan ada acara keluarga. Jadi limit kita adalah persoalan waktu. Dan rencana kami dari awal sudah diperhitungkan akan selesai paling telat pukul 13.00. Karena si A tetap bersikukuh ingin makan ice cream, akhirna saya mengusulkan untuk mampir ke indomaret membeli icecream walls, dan dimakan saat diwarung langganan saja.  Warung makan itu juga sudah langganan, dan sudah kenal dengan penjualnya, jadi tidak mungkin juga kita dikenai charge karena membawa makanan dari luar. Dan sesuai rencana awal kita pulang tepat waktu. Negosiasi diatas merupakan negosiasi kompensasi spesifik dimana satu pihak terpenuhi keinginannya dan pihak lain dihargai tetap mendapat kepentingannya meski tuntutan awal tidak terpenuhi

57. Dian Hapsari
Menemani teman ke bengkel
      Beberapa waktu yang lalu teman saya kebingungan karena rantai motornya sudah kendor dan sudah sepatutnya diganti. Kemudian dia mengajak teman lain untuk ikut menemani agar di bengkel tidak sendirian. Namun ternyata teman tersebut ada tugas yang harus dikumpulkan paling lambat sore itu juga. Dia sebenarnya bersedia mengantar, namun sepertinya wajahnya menunjukkan sedikit keberatan. Akhirnya teman saya mengajak saya untuk menemaninya. Awalnya saya berfikir ada tugas untuk esok hari namun setelah saya fikir tugas tersebut masih bisa saya kerjakan setelah mengantar teman saya. Dan lagi saya sudah melihat kondisi motornya sehingga saya menjadi tidak tega. Dalam pikiran saya jika saya menemaninya mungkin pikirannya bisa lebih tenang, karena ternyata dia juga ada tugas seperti teman saya sebelumnya. Jika teman saya tadi yang mengantar mungkin keduanya malah menjadi terburu-buru. Beruntung dia bisa sedikit mengerjakan tugasnya di bengkel karena saran saya untuk mengambil laptopnya diterima. Awalnya kami pergi ke bengkel yang ada di Gejayan. Namun ternyata disana sedang antri. Teman saya memilih bengkel tersebut karena menurut temannya disana murah. Akhirnya saya mengajak dia ke bengkel lain dengan alasan waktu. Pukul 6 sore dia masih ada urusan lain. Saya beralasan jika mencari begkel lain dia dapat pulang dan mengambil laptopnya untuk mengerjakan tugas. Untungnya dia menerima saran tersebut dan kami pindah ke bengkel yang ada di Jakal. Di bengkel tersebut  dia dapat mencicil mengerjakan tugasnya.
      Dari NL saya terlihat bahwa saya mencoba memikirkan bagaimana jika saya di posisi teman saya. Pasti saya bingung bukan main.Saya mencoba membingkai permasalahan teman saya dan menemukan jalan yang terbaik bagi kami. Memang dalam negosiasi ini saya tidak mendapat keuntungan namun paling tidak saya dapat membantu teman saya. Saya dapat menemani teman tetap bisa mengerjakan tugas saya besok karena masih memiliki waktu. Dari sini terlihat masalah teman saya bukan hanya tentang rantai motor yang sudah kendor tapi juga tentang waktu yang mendesak. Untungnya ide dan saran yang saya berikan dapat diterima dan membantu mengatasi permasalahannya.

58. Maysa Ayu
Kampanye “Safety Riding” yang dilaksanakan oleh pihak kepolisian ditujukan untuk keselamatan para pengendara lalu lintas. Salah satunya ialah penggunaan helm standar hingga terdengar bunyi “klik” (pengait helm). Saya ingin sekali menaati aturan tersebut demi keselamatan saya tentunya. Permasalahannya ialah pengait helm saya rusak sejak lama. Sadar akan pentingnya alat pengaman tersebut, akhirnya saya pergi ke tempat penjualan helm di Kota Baru.
      Untuk satu set pengait helm yang terbuat dari besi dihargai Rp 8.000,00. Saya agak terkejut dengan harga yang ditawarkan karena sebelumnya saya diberitahu teman bahwa harga pengait helm hanya Rp 6.000,00. Kemudian saya menanyakan tentang pilihan lainnya yang lebih murah. Si penjual menawarkan pengait yang terbuat dari plastik seharga Rp 5.000,00. Sedikit lebih murah. Namun saya pikir bahan plastik tidak akan bertahan lama karena mudah patah. Hal tersebut diutarakan juga oleh si penjual. Akhirnya, pilihan pengait yang terbuat dari plastik saya eliminasi. Perhatian saya tertuju hanya pada pengait dari besi.
      Mengingat Rp 8.000,00 merupakan harga yang cukup mahal untuk sebuah pengait helm, saya memutuskan untuk menawar harga. Saya menentukan goal Rp 5000,00 dan limit Rp 6.000,00, sehingga saya melemparkan tawaran awal yakni Rp 4.000,00. Si penjual tampak tak bergeming. Ia tetap mempertahankan Rp 8.000,00. Selanjutnya saya tawar Rp 5.000,00. Ia tetap pada pendiriannya. Ia bilang harga itu memang sudah harga pas untuk satu set pengait serta pemasangannya. Kemudian keluarlah tawaran terakhir saya yakni Rp 6.000,00. Si penjual lagi-lagi tak bergeming. Bahkan tidak menurunkan harga sedikitpun!!!
      Saya berkesimpulan bahwa si penjual menggunakan taktik positional commitment (take it or leave it). Akhirnya, saya putuskan untuk leave it alias tidak jadi beli. Saya akan mencoba lain kali saja dan akan mencari penjual yang lain. Mungkin di suatu tempat (entah dimana) akan ada penjual pengait helm yang bisa menawarkan harga yang lebih masuk akal bagi saya.
KESIMPULAN: Isu: jual beli pengait helm
      Demand: Rp 4.000,-       Goal: Rp 5.000,-        Limit: Rp 6.000,-
     Hasil perundingan >> lose-lose
       (BATNA karena saya memutuskan untuk mencari  pengait helm di tempat yang lain)

59. Christy Kumesan
Lebaran ke Rumah Ibu Tri
      Hari raya Lebaran akhirnya tiba. Saatnya untuk saling memaafkan dan bersilaturahmi. Sehari sebelum Lebaran saya mengajak semua teman SMA saya yang sama-sama berasal dari Sorong untuk bersilaturahmi ke rumah Bu Tri. Bu Tri adalah pemilik tempat kos yang kami tinggali saat pertama kali datang ke Jogja.
      Saya mengajak teman-teman saya ke sana pada Lebaran hari kedua, tetapi ternyata sebagian besar teman saya tidak bisa karena sudah punya acara lain. Akhirnya saya mengusulkan ke teman-teman untuk bersilaturahmi pada hari ketiga, dan semua teman saya setuju. Tetapi sialnya ternyata pada hari itu Bu Tri berencana untuk pergi mengunjungi keluarganya. Saya kemudian mengajukan usul kepada Bu Tri apa kami bisa datang lebih pagi sebelum Bu Tri pergi, dan ternyata Bu Tri sama sekali tidak keberatan dengan usul saya. Kepentingan kami masing-masing bisa terpenuhi tanpa harus merubah rencana masing-masing.
      Dalam negosiasi ini posisi saya pergi ke rumah Bu Tri, posisi teman-teman saya pergi ke rumah Bu Tri pada Lebaran hari ketiga, dan posisi Bu Tri tidak menerima tamu pada Lebaran hari ketiga. Strategi yang saya gunakan adalah problem solving dan taktik negosiasi yang saya gunakan adalah taktik bertukar prioritas. Hasil yang di dapat adalah win-win solution. Dari kasus ini seorang negosiator harus dapat memisahkan isu negosiasi, tiap pihak mengalah pada yang tidak menjadi prioritas. Sehingga hasil yang di dapat dapat memenuhi kepentingan masing-masing pihak.

60. (Anonim)
Kisah ini bermula pada suatu hari yang biasa beberapa saat setelah lebaran dimulai. Temanku masa SMA, menghubungiku, memintaku untuk ikut mengisi acara syawalan sekalian reuni SMA angkatanku. Semasa SMA, aku adalah anggota band sekolah, sehingga tak heran apabila aku ditawari main dalam acara ini. Sebenarnya, walaupun ingin sekali aku ikut ke acara tersebut, sudah sejak jauh2 hari aku memutuskan tidak datang ke syawalan itu, karena syawalannya itu harus membayar sejumlah Rp **.000,00. Sebenarnya itu bukan jumlah yang terlalu banyak. Tapi, karena aku sedang dalam kondisi mengumpulkan uang, maka hal tersebut tak dapat dibenarkan. 
      Aku mencoba taktik expand the pie dengan mengatakan, "Aku mau maen asal aku nggak bayar syawalannya". Dia tentu saja protes, dia kan panitianya, "enak aja, ya harus tetap bayar dong.. Ntar kan dapet makan sama suvenir juga. Temen2 yang lain juga mbayar kok. Apa kamu gak usah dapet suvenir aja malah gak papa gak mbayar. Lagian, kalo kamu nggak mbayar tapi makan tur dapet suvenir juga, entar panitia yang tombok..".Hmm, ternyata dia nggak mempan di-expand pie-nya. Malah dia make taktik take it or leave it, dengan mengukuhkan positional commitment-nya melalui persuasive argument. Jelas, dia memilih ber-contending melawanku. OK, kalo kamu mau maen kontending-kontendingan, tak layani. Sekarang giliranku, dan aku mau pake threat, "Ya udah, yang maen kamu aja sama yang lain yang udah mbayar.." 
      Mengatakan hal seperti ini sebenarnya merupakan suatu taruhan besar. Pertemanan kami dipertaruhkan, legitimasinya sebagai panitia dipertaruhkan, dan kapasitasku sebagai anak band dipertaruhkan. Tapi aku yakin aku menang.
      Dan dia pun berkata. "Ya udah deh gak papa, tapi jangan bilang yang lainnya ya. Bilang aja kamu udah bayar ke aku." AHA, sesuai perkiraan dia kalah. Lalu dia melanjutkan, "Tapi ntar kamu mbawain tiga lagu ya?" Aku bilang saja "Nggak masalah", karena memang itu bukan masalah buatku. Dia senang sekali, "Alhamdulillah, makasih banget ya.. Yang penting besok tampilnya yang baik ya. Makasih..". Kasihan. Rasa-rasanya dia dalam kondisi prisoners win

61. Puput Akad N
Hari Rabu kemarin (8/10), saya bersama adik saya yang masih SD berniat untuk menonton film Laskar Pelangi. Oleh karena itu, kami pun pergi ke bioskop yang terletak di sebuah mal di Solo. Kami berangkat dari rumah pagi pagi (jam 9.00) agar tidak kehabisan tiket. Ketika sampai di loket, ternyata kami terlambat, tiket untuk pemutaran hari itu sudah habis terjual. Saya maklum karena film Laskar Pelangi pada waktu itu memang sedang booming.
Akhirnya saya dan adik saya memutuskan untuk beralih ke bioskop lain, siapa tahu masih ada. Di bioskop kedua, ternyata tiket untuk pemutaran hari itu masih ada tapi untuk jam 14.00 ke atas. Menurut saya, pemutaran jam segitu tidak masalah asal saya bisa menonton Laskar Pelangi hari itu karena liburan saya di Solo hanya tinggal beberapa hari lagi. Kalau harus menonton besok, saya takut tidak sempat. Tapi saya juga memikirkan keadaan adik saya. Sebagai anak kecil, dia pasti capek jika harus jalan-jalan seharian. Apalagi kami tadi berangkat pagi pagi dari rumah.
Maka saya menelepon ibu saya untuk meminta ijin. Rupanya ibu saya tidak mengijinkan kami menonton pada jam segitu. Menurut ibu saya, pemutaran pada jam segitu terlalu sore padahal besok adik saya sudah harus masuk sekolah. Ibu saya takut kalau jalan-jalannya sampai sore, adik saya bakal capek. Mendengar penolakan ibu, saya merasa kepentingan saya terancam. Saya pun melakukan negosiasi dengan ibu. Pertama-tama, saya menggunakan taktik menyerang yaitu time pressure. Saya selalu menekankan pada ibu saya, jika saya tidak menonton Laskar pelangi hari itu, saya tidak akan punya kesempatan lagi untuk menontonnya karena lliburan sebentar lagi berakhir dan saya harus kembali ke Jogja. Rupanya taktik saya sedikit berhasil untuk meyakinkan ibu saya.
Agar negosiasi yang saya jalankan semakin berhasil, kemudian saya menggunakan taktik kedua yaitu dengan menawarkan kompensasi nonspesifik. Saya berjanji kepada ibu, saya akan menjaga adik saya agar tidak kecapekan. Karena kebetulan di ruang tunggu di bioskop itu ada sofanya yang bisa digunakan adik saya untuk tidur-tiduran selama menunggu pemutaran dimulai. Rupanya ibu saya setuju dengan usul saya tersebut sehingga negosiasi tersebut dapat berakhir problem solving. Karena baik kepentingan saya untuk menonton Laskar Pelangi pada hari itu dan kepentingan ibu saya agar adik saya tidak kecapekan besoknya juga tercapai.

62. Bernadeta Firstiana
Basket vs Syawalan
      Selama liburan ini, jujur, saya tidak memiliki pengalaman bernegosiasi yang istimewa. Awalnya saya sempat bingung akan menulis apa untuk NL kali ini. Saya terinspirasi oleh kejadian yang dialami adik saya, Axcel pada saat liburan lalu. Saya memang terlibat dalam negosiasi kali ini, tapi hanya sekadar memberikan opsi lainnya saja.
      Pada tanggal 5 Oktober 2008, keluarga saya diundang untuk menghadiri syawalan atau halal bihalal di kediaman eyang di Jogjakarta. Eyang yang dimaksud memang bukan eyang kandung (orangtua dari bapak), tetapi saudara dari eyang kandung saya. Karena sifat kebersamaan dalam keluarga saya begitu kental, maka saudara yang hitungannya jauh pun tetap diundang. Kami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan apa yang akan dikenakan pada hari syawalan tersebut dan seluruh anggota keluarga dapat hadir. Tiba-tiba pada hari Sabtu, 4 Oktober 2008 adik saya yang bernama Axcel bilang bahwa hari minggu besok ternyata ada pertandingan basket persahabatan antara sekolahnya dengan tamu dari Semarang. Dia berkata bahwa tak mungkin tidak ikut karena dia adalah salah satu pemain inti. Orang tua saya mendukung adik saya untuk mengikuti pertandingan basketnya daripada ikut syawalan. Sayang sekali adik saya sudah ngidam opor ayam yang akan menjadi salah satu hidangan di acara tersebut. Kebetulan ibu saya yang biasanya masak opor, kali ini tidak karena harga ayam yang melonjak. Alhasil adik saya yang suka makan sudah ngidam opor semenjak awal lebaran. adik saya dengan berat hati harus memutuskan akan ikut yang mana. Pihak keluarga tidak membebani Axcel untuk memilih. Kalau Axcel tidak ikut ke Jogja, berarti mobil menjadi agak lega dan dia tetap bisa mengikuti pertandingan basket. Tetapi dia akan tetap ngidam opor hingga tahun depan..(mungkin;p). Setelah dipikirkan lagi, Axcel mencoba untuk menghubungi pelatihnya untuk bertanya apakah dia bisa ijin pada saat pertandingan esok. Ternyata dia mendapatkan ijin untuk syawalan asalkan pada pertandingan berikutnya bisa datang. Akhirnya Axcel memutuskan untuk mengikuti syawalan dan meninggalkan pertandingan persahabatannya.
      Dari negosiasi di atas, posisi adik saya adalah makan opor ayam sedangkan posisi kedua orangtua saya adalah datang syawalan. Hasil yang diperoleh dari negosiasi di atas adalah win-win karena adik saya tetap mendapatkan kedua hal yang diinginkan yaitu makan opor ayam dan mengikuti pertandingan basket,  walaupun basketnya harus di undur pelaksanaannya. Gaya negosiasi yang dipraktekan adalah kolaboratif dengan strategi berunding pemecahan masalah

63. Paradika Galih
Mudik! Pulang ke kampung halaman! Kegiatan sebagian besar orang Indonesia pas mau Lebaran. Salah satu masalah yang paling bikin pusing yaitu transportasinya. Saya juga menghadapi masalah yang sama. Saat pesan travel untuk pulang ke Malang saya diminta untuk datang ke kantor travel untuk mengambil tiket. Sebenarnya ini tidak biasa, tiket travel biasanya diberikan saat kita dijemput, tetapi kata petugasnya soalnya ini Lebaran. Saya menggunakan taktik menyerang dengan menggunakan ”alasan persuasif”. Saya mencoba meyakinkan si petugas kalau saya kesulitan mengambil tiket ke kantornya dan memang benar! Entah kenapa dosen-dosen memberi tugas buanyak sebelum liburan. Tetapi petugas travelnya ternyata pandai juga, ia menggunakan taktik menyerang juga, ”kukuh pada posisi” (positional commitment). Dilihat dari segi Bargaining position, posisi saya agak lebih lemah dari dia, karena sayalah yang perlu tiket untuk pulang ke Malang. Untuk sementara saya mengalah dan menerima persyaratannya.
      Setelah selesai saya mempertimbangkan pilihan-pilihan lain yang saya miliki dan mencoba mencari solusi terbaik (BATNA). Saya bisa meminta teman untuk mengambil tiketnya (mereka juga sibuk, gak mungkin kayaknya). Saya bisa mencari alat transportasi lain (kereta sisa tinggal ekonomi, bus juga berjubel apalagi kalau dapat Sumber Kencana (Sumber Bencana). Tidak ah, masih sayang nyawa). Atau saya bisa mencoba travel lainnya. Saya pilih pilihan terakhir ini. Saya telepon ke agen travel lain dan ternyata meraka tidak meminta penumpangnya untuk mengambil tiket ke kantornya. Nah ini dia, saya ambil travel agen yang kedua dan membatalkan travel yang pertama. Travel yang kedua ternyata memiliki harga tiket yang sama ditambah makan malam gratis. Jadi saya pikir saya justru unutung dengan memilih travel agen yang kedua.

64. Suci Noor
Kisah ceritanya ini terjadi waktu aku mudik lebaran. Aku mengajak saudaraku untuk hang out bareng ke mall.Tapi saudaraku menolak permintaanku karena ia sudah terlanjur janjian dengan temannya di salah satu mall.
Hmm...karena saat itu aku pengen banget hang out ke mall bersama saudaraku, akhirnya ku cari jalan keluar bagaimana caranya agar keinginanku bisa tercapai dan keinginan saudaraku itu pun tercapai juga. Pikir punya pikir ga membuat rambutku semakin putih beruban karena kebanyakan mikir,hehehe...
akhirnya aku temukan jalan keluarnya, horeeeeee.... aku menyampaikan ke saudaraku kalau aku benar - benar ingin ke mall hang out bersama saudaraku nan ku cintai itu, dan kebetulan ia pun janjian dengan temannya di mall yang sama yang ingin ku kunjungi bersama saudaraku. Lalu aku menanyakan pada saudaraku itu, apakah janjian ma temannya ini merupakan suatu yang penting yang tidak bisa di ganggu oleh kehadiran orang lain dan aku mengusulkan bagaimana bila aku dan dia tetap pergi ke mall hang out bersama dengan temannya itu. Dan ternyata saudaraku mengatakan bahwa ini cman hang out biasa, saudaraku sangat menyetujui ideku itu untuk hang out bersama sekaligus dengan ku dan temannya itu.
Dari cerita ini, saya mencoba membuat bridging antara saya saudara saya dan teman saudara saya. Kepentingan saya adalah hang out di mall dan tuntutan saya adalah perginya bersama saudara saya. Sedangkan saudara saya kepentingannya sama yaitu hang out di mall dan tuntutannya janjian ma temannya di mall. Dari dua kepentingan yang sama itu saya mencoba menjembataninya dengan problem solving. Dan akhirnya saya bisa.hehehe...

65. Angga Rendityan
 Kemarin saya berencana pergi ke pantai bersama dengan teman-teman. Teman-teman saya berencana pergi ke pantai Baron sedangkan saya ingin pergi ke pantai Nampu. Teman-teman saya ingin pergi ke pantai Baron karena di sana bisa dipakai untuk berenang selain itu teman-teman saya juga sudah tahu jalan ke sana karena sudah biasa pergi ke Baron. Tapi saya tidak ingin ke Baron karena sudah biasa ke sana dan pantainya kotor sedangkan bila pergin pergi ke pantai Nampu karena selain belum pernah ke sana kami bisa sekalian jalan-jalan. Sehingga saya mencoba membujuk teman-teman saya dengan memberikan alasan apabila kami pergi ke pantai Nampu jarak yang kami tempuh lebih pendek disana juga bisa dipakai berenang dan pantainya lebih bersih. Setelah dengan mengeluarkan beberapa argumen akhirnya teman-teman saya mau pergi ke pantai Nampu.
      Posisi saya adalah ingin pergi ke pantai Nampu dan kepentingan saya adalah karena jaraknya lebih dekat dan pantainya lebih bersih. Sedangkan posisi teman-teman saya adalah ingin pergi ke pantai Baron dan kepentingannya adalah bisa berenang di pantai. Negosiasi di atas adalah bargaining dan gaya berkonfliknya adalah competing sedangkan strategi berundingnya adalah contending. Taktik yang saya gunakan adalah persuasive argument. Tuntutan tertinggi saya adlah pergi ke pantai Nampu, limit saya adalah mengalah dan ikut pergi ke pantai Baron bersama teman-teman saya dan goal saya adalah pergi ke Nampu. Hasil dari negosiasi ini adalah sama dengan demand saya di mana tuntutan saya terpenuhi. 

66. Dyah Anggraeni
Lebaran hari pertama saya dan keluarga menghabiskan waktu di rumah eyang dari ibu di Solo. Sedangkan hari kedua lebaran, kami sekeluarga memiliki jadwal untuk pergi ke Magelang mengunjungi eyang dari ayah dan sanak saudara disana.
      Sehari sebelum hari lebaran, seorang teman ayah dari Semarang menelepon dan meminta tolong pada ayah untuk mencarikan hotel di Solo. Karena teman ayah memiliki agenda untuk menghadiri acara Halal Bihalal yang diselenggarakan di Solo. Malam itu juga ayah berusaha unuk memesan kamar kosong hotel. Ternyata moment lebaran ini menyulitkan ayah untuk memesan kamar. Hampir semua hotel yang kami kunjungi telah habis terpesan.
      Kemudian saya pun memberikan usul pada ayah, bagaimana kalau menawarkan teman ayah dan keluarga untuk menginap di rumah kami saja. Toh, dihari kedua lebaran saya sekeluarga akan pergi ke Magelang. Kebetulan solusi yang ditawarkan langsung disetujui oleh teman ayah. Menurut saya solusi itu dapat menguntungkan kedua phak. Teman ayah mendapat tempat untuk menginap di Solo. Dan kami sekeluarga pun merasa tenang meninggalkan rumah tidak dalam keadaan kosong. Jadi kami merasa lebih aman.
      Menurut saya, penyelesaian dari negosiasi diatas adalah bentuk problem solving. Dimana solusi dapat mengakomodir kepentingan dari dua belah pihak. Posisi teman ayah adalah mendapatkan tempat menginap di solo, dengan kepentingan mendapatkan tempat menginap di solo agar dapat meghadiri acara Halal Bihalal di solo. Sedang posisi ayah adalah ingin teman ayah menginap di rumah. Dengan kepentingan sebagai bentuk bantuan sekaligus memberikan keuntungan untuk menjaga rumah kami sementara kami pergi. Dari keuntungan yang kami dapatkan, negosiasi ini dapat digolongkan sebagai non specific compensation. Dimana, teman ayah dapat memberikan kompensasi diluar negosiasi yang berjalan.

67. Ryan Gilang
Negosiasi ini terjadi sekitar dua minggu yang lalu sebelum libur lebaran. Saat itu aku ingin menonton film “Laskar Pelangi”, aku sebisa mungkin menonton sebelum mudik karena bila sudah di rumah akan sangat sulit untuk nonton karena banyak keluarga yang datang atau harus ke sana-sini. Namun karena film “Laskar Pelangi” baru di liris 2 hari menjelang liburan maka kemungkinan untuk mendapat tiket sangat sulit. Oleh karena itu aku harus antri dari pagi untuk mendapat tiket. Namun pada hari-hari itu aku ada kuliah pagi, aku bisa saja nonton malam hari namun tetap sajaharus antri dari pagi untuk mendapat tiket. Sehingga aku mencari seseorang yang mau mengantrikan tiket untukku. Alu setelah bertanya siapa yang punya waktu untuk antri tiket pagi hari (tracking/mencari informasi) akhirnya ketemulah Agung. Lalu aku memintanya untuk membelikan aku tiket , sebenarnya dia mau-mau saja karena dia punya waktu dan juga ingin nonton film “Laskar Pelangi”. Namun ada satu masalah, motornya sedang diservis buat persiapan mudik jadi sementara dia tidak punya alat transportasi sehingga dia malas keluar. Lalau aku tawarkan kalau dia mau membelikan aku tiket dia bisa pinjam motorku selagi aku kuliah dan pada malamnya kita bisa berangkat nonton bersama. Lalu kami pun sepakat.
      Dari negosiasi di atas, posisiku adalah meminta bantuan teman untuk membelikan tiket. Dan kepentinganku adalah aku ingin dapat tiket karena ingin secepat mungkin nonton film “Laskar Pelangi” sebelum liburan. Negosiasi di atas memiliki isu yang jamak, isu pertama adalah tentang membeli tiket dan kemudian ditambah dengan meminjami motor. Dalam negosiasi di atas gaya berkonflikku adalah Kolaboratif dengan strategi berunding Problem Solving karena dalam bernegosiasi kedua pihak saling memperhatikan kepentingan masing masing, dalam hal ini dengan aku meminjamkan motor maka masalah kesulitan transportasi temanku terpecahkan dan sebaliknya kepentinganku mendapat tiket terpenuhi. Taktik yang digunakan adalah memotong biaya (cost cutting), karena dia membelikan aku tiket aku menanggung bebannya dalam hal transportasi. Negosiasi di atas mengasilkan hasil yang win-win solution, hasil yang membuat puas keduanya karena terjadi kesepakatan atau titik equilibrium yang sesuai dengan kepentingan masing-masing. Tuntutan tertinggi (demand) dan perkiraan kesepakatan (goal) yang aku ajukan sejak awal adalah sama yaitu meminta bantuan temanku untuk membelikan aku tiket karena sejak awal aku memang berniat utuk membuat perundingan yang saling menguntungkan.

68. Rifky Darmawan
Membeli Sepatu Baru
Lebaran telah tiba. Sebelumnya saya mengucapkan Minal Aidin wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Salah satu tradisi lebaran adalah baju baru, tapi untuk lebaran tahun ini aku lebih membutuhkan sepatu baru untuk kuliah daripada baju baru. Berbeda dengan sepatu lebaran lainnya, sepatu baruku itu baru bisa aku dapatkan setelah hari H lebaran, bukan sebelum hari H lebaran, karena aku membelinya di kampung halamanku. Aku sengaja mengatakan niatku itu pada ibuku, akhirnya ibuku mengajakku ke sebuah pasar tradisional yang menjual sepatu-sepatu berkwalitas bagus dengan harga murah, karena sepatu-sepatu itu adalah sisa ekspor. Jatuhlah pandanganku pada sebuah sepatu berwarna putih bertuliskan Adidas yang dibungkus rapi dalam plastik. Ternyata harga yang ditawarkan cukup mahal bagiku yaitu 130 ribu rupiah, mengingat lokasi penjualan yaitu pasar tradisional. Peran dimulai, mendengar harga itu, aku dan ibuku langsung saja pergi, karena kami bingung berapa harga yang harus kami tawarkan. Tiba-tiba penjual langsung menawarkan untuk menurunkan harga. Dia langsung meminta 70 ribu rupiah. Aku berpura-pura jual mahal dengan berkata bahwa ada harga yang lebih murah di toko lain, padahal aku tidak tahu. Ibuku lalu mencoba menawar dengan harga 40 ribu rupiah. Menurut ibuku, 40 ribu pas untuk harga sepatu itu. Saya berusaha menekan si penjual lagi dengan berkata bahwa ada jahitan yang terlepas, jadi kami tidak mungkin membayar mahal. Lalu aku mengambil sepatu itu dan memasukkannya dalam plastik sepatu dan meminta penjual memasukkannya ke tas kresek. Dan berhasil, akhirnya kami hanya membayar 40 ribu rupiah untuk sepatu itu.
Analisis :
Dari kasus ini, maka posisi saya dan ibu adalah sepatu, sedangkan posisi penjual adalah penjualan (barangnya laku). Kepentingan saya dan ibu yaitu mendapatkan sepatu baru dengan harga murah, sedangkan kepentingan penjual yaitu barang dagangannya laku terjual dengan mendapatkan untung. Isunya tunggal yakni yang tawar menawar harga sepatu. Konteksnya adalah tim vs. tunggal. Hasilnya win-lose. Strategi berunding yang saya dan ibu gunakan adalah bargaining. Taktik berundingnya adalah bad cop-good cop, saya sebagai bad cop dan ibu sebagai good cop. Saya berusaha menekan supaya penjual memberikan harga murah, sedangkan ibu saya memberikan penawaran secara nominal jumlah harga yang kami inginkan.

69. Bhasmara Pramudita
Lima hari terakhir puasa saya habiskan di Jakarta bersama keluarga. Suatu hari, karena ibu saya tidak masak di rumah maka kami memutuskan untuk makan di luar untuk buka puasa. Namun kemudian muncul masalah ketika menentukan lokasi tempat makan. Tiap-tiap dari kami mengusulkan lokasi yang berbeda-beda untuk dijadikan tujuan tempat makan, sesuai dengan jenis makanan yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Kakak saya inginnya buka puasa dengan nasi goreng, dan ibu saya mengusulkan untuk membeli martabak saja, sementara bagi ayah saya yang penting harus ada kolak untuk buka puasa. Sedangkan saya sendiri sudah beberapa hari ini “ngidam” ingin makan siomay tapi belum kesampaian. Untuk beberapa saat, masing-masing tetap bertahan pada keinginannya sehingga sulit tercapai titik temu bagi persoalan ini. Karena waktu terus berjalan sementara saat buka puasa hampir tiba dan keputusan belum juga disepakati, saya kemudian menawarkan opsi bagaimana jika buka puasa di lakukan di sebuah food court di daerah Menteng saja (namanya kalau gak salah ‘Menteng Food Square’). Kebetulan sebelumnya saya pernah melihat informasi tentang tempat itu di televisi, dan saya rasa di situ akan ada banyak jenis makanan yang sesuai dengan keinginan kami semua. Memang tempat itu lokasinya lumayan jauh dibandingkan opsi-opsi awal yang diajukan sebelumnya, tapi toh pada akhirnya akan dapat mengakomodasi keinginan semua pihak. Dan ternyata, opsi tersebut dapat diterima.
Dalam contoh perundingan diatas, saya menggunakan taktik berunding berupa bridging (menjembatani) guna mendapatkan hasil yang problem solving. Setelah sebelumnya mencoba menganalisa apa yang sebenarnya menjadi underlying concern dari tiap pihak, saya menawarkan sebuah opsi alternatif yang dapat memenuhi semua kepentingan dari masing-masing pihak secara bersamaan. Walaupun pada dasarnya posisi awal (initially stated position) dari tiap pihak tidak dapat terpenuhi melalui hasil akhir yang didapat dalam perundingan (lokasi yang diajukan tiap pihak tidak diterima), namun pada akhirnya semua kepentingan utama dari masing-masing orang dapat terakomodasi dengan baik (semua mendapat makanan yang diinginkan).
Isu yang terdapat dalam perundingan ini adalah jamak, dari yang tadinya hanya menyangkut lokasi tempat makan kemudian berkembang atau bertambah menjadi jenis makanan. Dalam perundingan ini, saya juga sedikit menggunakan taktik time pressure dengan menekankan terbatasnya waktu yang ada atau tersisa. Hal ini dimaksudkan agar tiap-tiap pihak tetap fokus dan kembali pada pokok perundingan sehingga hasil yang no agreement dapat terhindarkan, serta membuka peluang untuk tercapainya hasil yang problem solving

70. Danang Arif Hidayat
 Negosiasi kali ini terjadi sehari setelah Idul Fitri, kami bernegosiasi di rumah Budi setelah berkeliling ke rumah teman-teman. Sebenarnya kami berlima namun yang terlibat aktif sampai akhir adalah kami: Budi, Indra, dan tentu saja saya. Dan yang terlibat dalam kasus ini adalah Budi, Indra dan pacar baru Budi (Nana)
     Setelah berkumpul di halaman rumah Budi tanpa disengaja kami memulai diskusi, dari hal yang sepele sampai ke hal yang rumit, namun tiba-tiba Indra dan Budi membahas masalah mereka. Kemudian diskusi kami menjadi sebuah arena negosiasi. Agak janggal rasanya, sebab saat itu waktu menunjuk pukul 1 malam.
     Background: Budi mempunyai Hp 2 buah, yang Nokia menggunakan kartu Simpati (nomer utama dan selalu dibawa), dan  Motorola menggunakan kartu Im3, mempunyai pacar baru belum menceritakannya pada Indra. Indra, menggunakan kartu Im3 dan akan pulang dari Cikarang pada hari senin. Beberapa hari sebelum kepulangannya Indra sudah memberitahu Budi, dan meminta tolong padanya untuk bertemu dan sekaligus menjemputnya di bengkel Kirno. Namun, pada hari Senin, Budi ternyata tidak datang.
     Negosiasi  Indra-Budi cukup alot dan sangat lama, sebab kedua pihak saling menyalahkan dan merasa diri mereka masing-masing benar, tidak menuju pada penyelesaian. Indra menyalahkan Budi dan secara tidak langsung Nana. Namun Budi menyangkalnya, bahwa dia sudah menyampaikan sejak lama bahwa simpatinya adalah nomer utamanya, dan karena Nana membutuhkan koneksi Internet (dengan Hp), namun ketika Indra SMS Nana sedang bepergian dan tidak membawa HP karena khawatir. Kemudian Budi balik menyalahkan Indra kenapa tidak menghubungi ke nomer simpatinya. Indra menjawab dengan sejumlah argument yang menguatkannya, ia menginginkan efisiensi (asumsi menghubungi ke sesame operator lebih mudah dan murah), dan kebiasaan Budi membawa kedua HPnya. Indra balik menyalahkan Budi, dan seterusnya.
     Setelah cukup lama saya mendengarkan, saya menghentikan pembicaraan mereka (juga karena hal yang dibahas itu-itu saja) dan berusaha menyampaikan kesimpulan saya  tanpa menyalahkan salah satu pihak dan tidak memihak. Bahwa sebenarnya masing-masing pihak mempunyai kesalahan, Indra, menghubungi Budi dengan mengirim pesan singkat ke nomer im3 Budi, itupun dilakukan lagi setelah 3 jam. Mengapa tidak mencoba menghubungi nomer utama Budi, Simpati. Budi pun lalai mengapa meminjamkan HP dan nomer im3nya pada Nana, dan mengapa tidak menanyakan apakah ada SMS penting dan tidak berusaha meminta konfirmasi pada Indra. Sedangkan Nana, tidak berusaha memberi tahu Budi setelah ia pulang, namun baru mengatakannya pada malam hari (keterangan dari Budi). Dan untuk meredamkan suasana saya menyebut hal tesebut sebagai Miss Communication, dan tak perlu saling menyalahkan, dan untuk menghindari hal sejenis terulang saya menyarankan agar Indra lebih baik menghubungi Budi ke nomer utamanya dan tidak perlu mempermasalahkan efisiensi (toh tarifnya tak beda jauh). Dan saya menyarankan Budi untuk lebih terbuka dan lebih baik menjaga privasinya. Budi  setuju dan tidak menolak kesimpulan saya.Namun tampaknya Indra kurang puas dengan keputusan akhir, setelah dijelaskan ternyata Indra menginginkan permintaan maaf sekali lagi dari Budi, untung permintaan itu disetujui. Dan akhirnya masalah selesai. 
     Dalam melakukan negosiasi jika kita tetap pada pandangan bahwa orang lain salah maka kita hanya akan menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar, tetapi tidak bisa mencapai keputusan untuk menyelesaikan konflik dan kemungkinan akan menciptakan konflik yang lain karena pihak lain yang dirugikan atau tidak menerima hasil perundingan. Dalam menyelesaikan masalah yang buntu atau yang bargaining sangat diperlukan pihak ke-tiga (arbiter atau mediator) untuk melanjutkan usaha mencapai kesepakatan antara pihak yang terlibat. Terutama untuk perundingan yang bargaining dapat diupayakan menjadi perundingan yang problem solving. Untuk mencapai perundingan yang problem solving dibutuhkan komunikasi yang baik diantara masing-masing pihak untuk memperlancar jalannya perundingan, sebab dengan komunikasi yang baik akan memunculkan respon yang baik dari masing-masing pihak sehingga pihak yang terlibat lebih melunak dan lebih mudah mendapatkan informasi mengenai masing-masing pihak. Sebagai pihak ke tiga diperlukan kemampuan mendengarkan dan menganalisa yang baik, serta menyampaikan dengan baik (baik reframe, refrase, sehingga apa yang disampaikan oleh masing-masing pihak dapat disampaikan dengan lebih baik tanpa menimbulkan kesan yang buruk pada pihak lain (kemungkinan terjadi dalam perundingan dimana salah satu pihak menyampaikan argumen atau kata-kata yang baik dengan emosi akan diterima sebagai suatu yang tidak menyenangkan karena disampaikan dengan emosi).-beda pendekatan beda respon.

71. Aldila Armitalia
Saat pulang ke Jakarta kemarin, saya janjian untuk jalan-jalan dengan teman. Tadinya teman saya berjanji untuk menjemput di daerah Thamrin. Kami janjian sekitar jam 12 siang. Pada hari H, saya telah menunggu teman saya di tempat janjian kami, tepat jam 12. Namun, hingga jam 1, teman saya belum datang juga. Akhirnya dia, memberi kabar, bahwa ia harus ke daerah depok dulu. Ia kemudian meminta saya untuk bertemu langsung di tempat kami akan jalan-jalan di daerah senayan.Tadinya saya ingin menolak, tapi mengingat waktu yang sempit, akhirnya saya mengalah dan bersedia bertemu di sana.
       Dari daerah Thamrin, saya naik Trans Jakarta ke Ratu Plaza. Seharusnya, bila ingin ke Senayan, saya harus berjalan melalui pintu belakang Ratu Plaza. Namun ketika saya sampai di Ratu Plaza, ternyata, cuaca tiba-tiba berubah mendung dan mulai gerimis. Saya yang lupa membawa payung, tidak mungkin berjalan dari Ratu Plaza ke Senayan, yang terbilang cukup jauh. Akhirnya saya meminta teman saya untuk menjemput di Ratu Plaza. Ternyata ia sudah lebih dulu sampai di tempat kami janjian. Namun saya tetap meminta untuk di jemput, karena kalau naik taksi dari Ratu Plaza, jaraknya “nanggung”. Akhirnya ia bersedia menjemput saya di Ratu Plaza, dan kami jadi jalan-jalan.
      Saya dan teman saya sama-sama berkompromi, agar dapat berjalan-jalan. Pertama saya mengalah untuk datang ke tempat janjian, yang kedua teman saya mengalah dengan tetap menjemput, tetapi tempatnya lebih dekat. Kami sama-sama saling menurunkan tuntutan agar tujuan awal kami untuk jalan-jalan bersama bisa terpenuhi.

72. Ika Septi
Pagi tadi akan menemani Jessica yang diberi tugas untuk pergi ke vila Andreas di Kaliurang untuk mengurus pembayaran sewa dan konsumsi untuk acara training debat EDS. Akan tetapi Jessica, satu jam sebelum jam ditentukan kami berangkat mengatakan bahwa ia ada kuliah mendadak dan tidak bisa ikut. Ia meminta agar saya bersedia pergi sendiri. Saya menyanggupi dengan kompensasi besok pada hari-H Jessica akan membantu tugas saya dalam mengurus materi training. Dalam negosiasi tersebut saya menggunakan teknin kompensasi spesifik.

73. Prisca Retno
 Negosiasi  yang penting terjadi sewaktu saya pulang ke rumah di Malang pada libur lebaran kemarin.  Setelah berkeliling ke rumah keluarga di Surabaya dan Jember, saya memutuskan untuk pulang ke rumah saya di Malang. Di rumah kami menggunakan jasa pembantu, seperti biasanya pembantu saya pulang untuk merayakan lebaran bersama keluarganya di desa. Pembantu saya yang satu berjanji untuk kembali ke Malang pada tanggal 6 Oktober 2008 (kita sebut saja Mbak X) sedangkan yang lain berjanji bekerja tanggal 7 Oktober (kita sebut saja Mbak Y), oleh  karena itu mommy saya mengambil cuti hingga tanggal 6 Oktober. Kemudian saya memutuskan untuk kembali ke Jogja pada tanggal 7 Oktober pagi karena harus mengerjakan tugas yang belum saya selesaikan. Tetapi hari minggu (tepatnya tanggal 5 Oktober) Mbak X mengatakan dia tidak akan  kembali untuk bekerja ke rumah saya, lewat sms. Saya langsung panik, karena Mbak X tidak bisa dihubungi. Akhir nya jam 7 malam Mbak X menelpon adik saya. Saya meminta berbicara dengan Mbak X dan menanyakan alasan mengapa dia tidak mau kembali bekerja di rumah saya. Dia menjawab tidak mendapat ijin untuk bekerja kembali oleh ibunya. Akhirnya saya meminta berbicara dengan ibunya, alasan yang diberikan oleh ibu tersebut adalah ingin anaknya beristirahat sejenak dari pekerjaan dan membantu keluarga menggarap sawah mereka. Setelah melewati diskusi yang cukup sulit dan berbelit-belit dan mengungkapkan berbagai argumen, akhirnya saya berhasil membujuk ibu tersebut mengijinkan anaknya untuk kembali ke rumah saya sampai mommy saya mendapatkan penggantinya plus beliau membantu mencarikan pengganti anaknya. Jadi, saya bisa dengan tenang meninggalkan rumah untuk kembali ke Jogjakarta =)
Penyelesaian masalah: problem solving taktik yang digunakan persuasive argument (membujuk ibu Mbak X agar mengijinkan anaknya kembali bekekrja untuk sementara waktu) dan annoyance (berulangkali menelpon sampai dijawab oleh Mbak X)

74. Oktavi Andaresta
Pagi ini (Jumat, 10 Oktober 2008) saya mengantri untuk membeli tiket bioskop film “Laskar Pelangi” bersama seorang teman (A) di Ambarrukmo Plaza. Kami berdua mendapat titipan untuk membelikan tiket bagi empat orang teman. Jadi total tiket yang harus kami dapatkan berjumlah enam buah. Pada awalnya kami berencana untuk menonton film tersebut hari ini juga. Dan sejak Kamis siang salah seorang teman (B) sudah mengantri untuk mendapatkan tiket tersebut namun sayangnya dia tidak berhasil. Beberapa sumber sekitar kami banyak mengatakan bahwa tiket untuk pemutaran hari Jumat sudah habis jadi kami harus menonton pada hari Sabtu atau Minggu. Padahal harga tiket di akhir pekan lebih mahal 25% dibanding pada hari kerja. Hal itulah yang menyebabkan saya dan A mencoba datang langsung di hari Jumat untuk membuktikan sendiri apa benar tiket sudah habis atau tidak. Saya dan teman-teman sepakat harus menonton hari itu juga dengan pertimbangan lebih hemat, entah pada jam berapapun dan barisan duduk di manapun. A menginginkan kami bisa memperoleh tempat strategis di barisan F pada pemutaran pukul 19.00, namun saya sendiri lebih memilih mendapat tiket untuk pemutaran pukul 21.30 di barisan apapun dengan pertimbangan acara yang akan saya hadiri pada pukul 19.30. setelah berbincang sejenak, A mau mengerti alasan saya dan menerima usul tersebut dengan catatan saya harus menemukan orang yang bersedia mengantar jemput dia nanti malam. Ternyata sebagai ungkapan terima kasih sudah bersedia dann berhasil mengantrikan tiket, B tidak keberatan mengantar jemput A selama perjalanan menuju dan dari bioskop. Untungnya kami berhasil mendapatkan tiket pukul 21.30 dengan barisan F yang masih banyak kosong.
  Situasi di atas sangat problem solving antar saya dan A. walaupun kami harus membuat konsesi (A mengikuti keinginan saya dengan beberapa ketentuan dan cara B menunjukkan balas saja) dan melakukan sedikit kompromi namun ternyata demand saya dan A berhasil tercapai (‘compromising’ demand: tiket untuk pukul 21.30 [saya] di barisan strategis F [A], goal:tiket untuk jam berapapun dan barisan F, limit:tiket untuk hari Jumat).

75. Rima Meinita
Negosiasi yang saya lakukan dalam minggu ini adalah negosiasi dengan saudara saya masalah pekerjaan rumah. Karena pembantu mudik selama lebaran ini, otomatis pekerjaan rumah menjadi tanggung jawab bersama. Kesepakatan awalnya, saya bertugas mengepel rumah dan mencuci piring, sedangkan saudara saya bertugas menyapu dan menyetrika baju. Namun karena saudara saya punya asma, dia mengeluh keberatan dengan tugas menyapu karena alasannya debu bisa memicu kambuhnya asma. Awalnya saya pikir dia cuma melebih-lebihkan supaya mendapat keringanan tugas dan tugasnya dilimpahkan ke saya. Tapi ternyata memang benar debu yang ikut terhirup waktu dia menyapu memicu asmanya kambuh. Akhirnya saya bisa menerima argumentasinya tapi saya juga tidak setuju apabila tugasnya menyapu jadi dilimpahkan ke saya. Karena itu berarti pembagian tugas kami tidak adil, saya jadi punya 3 tugas sedangkan dia cuma 1. Akhirnya kami bernegosiasi ulang untuk mencari jalan keluar yang paling adil karena pembagian tugas yang tidak adil hanya akan menimbulkan masalah baru. Hasil negosiasi itu adalah kami bertukar tugas. Dia mendapat tugas mencuci piring dan menyetrika baju, sedangkan tugas saya jadi menyapu dan mengepel rumah. Kami berdua sama-sama puas degan hasil negosiasi akhir dan akhirnya masalah pun terselesaikan dengan win-win solution. Saya tidak merasa keberatan dengan tugas saya, dan saudara saya pun tetap bisa menjalankan tanggung jawabnya dan tetap sehat.
Jenis negosiasi yang saya lakukan adalah problem solving karena pemecahan masalah kami win-win solution. Saudara saya mendapatkan demand nya untuk melakukan tugas yang tidak memicu asmanya kambuh, dan saya juga mendapatkan apa yang saya inginkan yaitu pembagian tugas secara adil. Semua pihak merasa puas dan suasana lebaran pun semakin hangat.


LihatTutupKomentar